Wabah Baru Cacar Monyet, Dokter Ini Pernah Diminta Diam

Pelacakan awal mula wabah cacar monyet yang terjadi saat ini sampai ke kasus di Nigeria pada 2017.

Di antaranya adalah kasus seorang anak laki-laki, usia 11 tahun, yang datang ke sebuah klinik di Universitas Delta Niger dengan lesi atau benjolan berisi cairan di bawah kulit yang tersebar luas di tubuh dan wajahnya.

Ketika pertama kali mendiagnosa remaja laki laki itu telah terinfeksi cacar monyet lima tahun lalu, Dimie Ogoina, profesor yang juga dokter spesialis penyakit menular di klinik itu, berpikir virus akan berlaku seperti kasus-kasus cacar monyet yang sudah pernah ada 50 tahun belakangan di bagian lain Afrika.

Penyebaran itu telah dilukiskan para ilmuwan di buku-buku teks di mana biasanya terjadi ketika ada kontak dengan satwa yang terinfeksi.

“Saat itupun langsung ada spekulasi kalau anak laki-laki ini telah bermain dengan monyet-monyet di sekitar lingkungannya,” kata Ogoina mengisahkan.

Disebutkan juga kalau dalam beberapa kejadian, virus tak mudah untuk menyebar di antara manusia karena sifatnya yang tidak menular, terutama di antara manusia dewasa.

“(Dulu), cacar monyet menginfeksi terutama anak-anak,” kata Ogoina.

Itu sebabnya, dalam kejadian-kejadian sebelumnya, wabah cacar monyet selalu merebak terbatas.

Mereka hanya terdiri dari beberapa puluh kasus, lalu berangsur hilang lagi dengan sendirinya.

Ogoina dan para dokter lainnya pun berpikir wabah 2017 akan sama seperti itu.

“Kami mengatakan, ‘OK, ini adalah cacar monyet biasa seperti yang sudah kita tahu’.” Tapi beberapa minggu kemudian, Ogoina mulai bertanya-tanya.

Dia menyaksikan wabah di Nigeria mulai bertambah dengan cepat.

Kasus-kasus bermunculan tidak hanya di wilayah asal pasien remaja laki-laki itu tapi di seluruh negeri.

Total, ada 200-an kasus yang dilaporkan muncul saat itu.

Virus menyebar lebih luas dan lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Dan virus itu tidak menginfeksi anak-anak, melainkan para pria usia 20-an dan 30-an tahun.

“Mereka para pemuda yang aktif.

Ini sangat tidak biasa saat itu,” kata Ogoina.

Mereka juga tidak sesuai dengan profil pasien cacar monyet.

Mereka tidak berburu atau berhubungan dengan satwa.

Mereka adalah para pemuda kelas menengah yang hidup di kota-kota sibuk dan modern.

Belakangan, Ogoina dan koleganya pun akhirnya mengetahui kalau si pasien remaja yang pernah mereka tangani tidak tertular dari satwa tapi dari pemuda dewasa kerabatnya di rumah.

Ruam yang didapati juga tidak pada bagian tubuh yang biasanya menjadi ciri infeksi cacar monyet.

Ruam dan lesi kali ini banyak didapati sekitar genital.

“Mereka memiliki lesi di genital yang ekstensif.

Sangat, sangat ekstensif,” kata Ogoina.

Sejak itu Ogoina dan koleganya mulai meneliti para pasiennya lebih jauh.

Mereka memutuskan menelusuri sejarah seksual dari beberapa kasus dan menemukan banyak pasien memiliki perilaku seksual berisiko tinggi, termasuk memiliki banyak pasangan dan berhubungan dengan pekerja seks.

Sesuatu yang baru dan besar mulai mereka pelajari: virus cacar monyet telah berubah.

Untuk kali pertama didapati dugaan virus itu menyebar melalui kontak seksual.

Ogoina dan koleganya menyebut dugaan ini dalam studi yang dipublikasi dalam Jurnal PLOS One pada 2019: ‘Meski bagaimana penularan cacar monyet melalui seksual pada manusia belum jelas, tapi cara penularan ini sangat mungkin dalam beberapa pasien ini lewat kontak dekat, kulit-ke-kulit saat hubungan seksual atau oleh penularan via sekresi genital.” Ogoina menyadari perubahan cara penularan itu memiliki implikasi yang massif.

Ini artinya virus monkeypox bisa lebih mudah menyebar dari orang ke orang.

Bahwa virus ini tak perlu mengawalinya dengan melompat dari satwa ke manusia.

Bahwa virus ini memungkinkan menular antar manusia dalam cara yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Itu juga berarti wabah di Nigeria akan jauh lebih sulit dihentikan.

Bisa saja akan berlangsung tahunan dan akhirnya tumpah ke negara lain.

Dalam banyak hal, temuan ini berarti cacar monyet tidak lagi hanya ancaman untuk masyarakat di Afrika Barat dan Tengah–kawasan endemik cacar monyet–tapi juga potensial ancaman untuk seluruh dunia.

Selama beberapa tahun yang lalu, Ogoina mengaku telah mencoba berulang kali memperingatkan ilmuwan dan pejabat kesehatan bahwa monkeypox telah berubah.

Pada sebuah forum internasional, dia mencoba mengangkat kemungkinan penularan seksual itu.

Tapi, sebagian kalangan memintanya diam.

“Ya, sebagian meminta saya tidak seharusnya mengatakan soal kemungkinan penularan seksual itu.

Dikatakannya, ‘Kita tidak perlu khawatir tentang penularan seksual’.” Ogoina termasuk yang tidak yakin jika disebutkan Nigeria berhasil mengendalikan penyebaran virus cacar monyet saat jumlah kasus infeksi tiba-tiba menurun pada awal 2018.

Yang terjadi, menurut dia, pelacakan kasusnya yang melemah dan serta perhatian dan pengawasan dari pemerintahnya yang merosot tajam.

“Jumlah kasus yang dilaporkan di Nigeria bukanlah jumlah kasus sebenarnya yang terjadi karena kami tidak cukup melakukan surveilans,” katanya tanpa mendapat tanggapan dari otoritas kesehatan setempat.

Data genetik baru yang dikumpulkan para peneliti di dunia mendukung hipotesis Ogoina itu.

Termasuk data yang dianalisis peneliti biologi evolusioner dari University of Arizona, AS, Michael Worobey.

Datanya mengindikasikan wabah cacar monyet di Nigeria tak pernah terhenti.

Sebaliknya, penularan berlangsung tanpa terawasi selama bertahun-tahun.

Sampai akhirnya, wabah meluas ke negara lain dan wabah internasional yang sedang berkembang di dunia saat ini.

Worobey menyatakan data yang ada tak bisa menyangkal itu.

“Ini jelas sekali kalau ada kasus berkelanjutan–atau penularan endemik–di Nigeria sejak 2017.

Lalu sebagian dari sana ter-ekspor,” kata Worobey.

Secara bersama-sama, temuan-temuan itu berarti dunia mempunyai waktu hampir lima tahun untuk mencegahnya meluas, tidak hanya di Nigeria, tapi juga di Eropa dan Amerika Utara.

Namun, menurut Ogoina dan Worobey, upaya internasional untuk menghentikan wabah di Nigeria tak sama seriusnya jika dibandingkan di wilayah lain.

Sebagai contoh, ketika para dokter mendiagnosa kasus pertama cacar monyet tahun ini di Inggris dan Spanyol pada Mei lalu, imunisasi terhadap orang-orang yang berisiko ataupun terpapar penularan virusnya, langsung digalakkan.

Di AS, pemerintahan federalnya telah mengadakan lebih dari 300 ribu dosis vaksin.

Berapa banyak warga Nigeria yang sudah menerima vaksin cacar monyet? Nol.

NPR


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

About Us

Blog Informasi Masa Kini

Featured Posts