Ekonom Sebut Garis Kemiskinan Meningkat Jika Harga Mi Instan Naik

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan jika harga mi instan naik tiga kali lipat seperti proyeksi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, maka garis kemiskinan berisiko naik.

“Karena data menunjukkan mi instan ada di posisi kelima, yaitu sumbangan terhadap garis kemiskinan yang paling besar,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo, Ahad 14 Agustus 2022.

Kenaikan harga mi instan efeknya akan sangat terasa pengaruhnya pada inflasi atau orang miskin.

Jumlah orang miskin baru nantinya akan naik, karena garis kemiskinan bakal menyesuaikan lebih tinggi lagi.

Yang sebelumnya masyarakat termasuk ke kelas menengah rentan, kata dia, bisa jadi masuk ke kategori miskin baru.

Untuk menghadapi ancaman tersebut, menurutnya pemerintah perlu mencari subtitusi dari bahan mi instan.

Namun, ia mengakui langkah itu tidak mudah.

Musababnya, dalam kondisi krisis bahan pangan secara global ini banyak negara berebut permintaan bahan pangan, terutama gandum.

Hal itu juga bisa memicu negara-negara pemasok gandum utama melakukan proteksi atau melindungi stok gandum di negaranya.

Ditambah, kata dia, di black sea atau di laut hitam masih belum maksimal melakukan pengiriman gandum dalam kondisi perang di Ukraina.

Menurutnya, ada tiga cara untuk mengatasi atau setidaknya memitigasi krisis pangan ini.

Pertama, mengamankan stok gandum, yaitu dengan melakukan diplomasi dagang dengan negara-negara pemasok utama Indonesia agar Indonesia mendapat prioritas.

Kedua, mendorong subtitusi.

Namun walaupun banyak subtitusi, ia mengingatkan soal produksinya, apakah bisa dikejar dalam waktu singkat.

Misalnya, kebutuhan akan insentif pupuk.

Jadi bahan makanan yang dapat menjadi subtitusi gandum itu perlu didorong fasilitas insentif pupuknya.

Karena sebelumnya, insentif pupuk hanya diberikan pada bahan pangan tertentu.

Jadi, menurut Bhima, pemerintah tidak bisa hanya memberi insentif pupuk pada komoditas beras, jagung, kedelai, tapi juga singkong, tapioka, sorgum, itu juga dapat menjadi subtitusi gandum.

Selain insentif pupuk, hal penting dalam jangka panjang adalah memperluas lahan panen lalu mendorong infrastruktur irigasi dan regenerasi petani serius.

Lebih jauh, Bhima berujar inflasi bahan makanan ini atau volatile food Indonesia sudah cukup menghawatirkan.

Karena, inflasi bahan makanan sampai Juli 2022 secara year on year (yoy) sudah 11 persen.

Artinya, di atas dari inflasi umum yang sebesar hampir 5 persen.

“Jadi ini harus sangat diperhatikan,” ujarnya.

RIANI SANUSI PUTRI Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *